Insight

Sekilas paradoks Seputar "Bekerja"

pekerja-1-edit-unsplash
Sumber: Unsplash.com

KATAHATI.ID, JAKARTA—Bekerja memberi kita makna atau bukan sekedar sekedar mendapat penghasilan, mencari kesengan, dan  menghabiskan waktu dan energi untuk mencapai tujuan tertenu. Sejarah perjalanan 300.000 tahun silam Homo Sapiens menyiratkan hal serupa.

 Makna & evolusi kerja bagi manusia.

Penulis , James Suzman  mengatakan pekerjaan memberikan kita makna, membentuk nilai, menentukan status sosial individu,serta menentukan  bagaimana kita menghabiskan

sebagian besar waktu selama hidup.Namun tidak hanya itu, lebih dari 95% dari     300.000 tahun sejarah kberadaan  Homo sapiens—berburu dan mengumpulkan makanan—menunjukkan  sikap kita terhadap pekerjaan berakar pada pertanian. Kita juga mengetahui `selama sjarah manusia, nenek moyang kita tidak begitu disibukkan dengan soal kelangkaan seperti aktivitas manusia sekarang. Sebgian besar kehidupan manusia modern dihabiskan dengan bekerja dari 24 jam sehari, bahkn ada yang cenderung “gila kerja”.

 Ketika para ekonom mrndefinisikan kerja saebagai waktu  dan usaha yang kita habiskan untuk memenuhi kebuthan dan keingian mereka menghindari dua masalah yang jelas. Pertama, sering yang satu-satunya yang membedakan antara pekerjaan dan kesenangan adalah apakah kita dibayar atau dibayar untuk melakukan sesuatu. Btgi pemburu kuno berburu rusa adalah pekerjan, namun bagi penjelajah modern,beerburu rusa sekedar kegiatan rekreasi.

 Kedua, selain energi yang sebagian besar kita habiskan untuk mendapatkn kwbutuhan dasar— makanan, minuman, udara, kehangatan, kedamaian, persahabatan, dan keamanan—hanya sedikit yang universal yang disebut kebutuhan. Selain itu, kebutuhan kerap menyatu dengan keinginan  sehingga sulit  untuk memisahkan keduanya. Karena itu, beberapa orang menila sarapan dengan

Sebuah croissant bersama kopi adalah kebutuhan, sementara bagi pihak yang lain, itu adalah sebuah kemewahan.

Hal terfekat dari definisi universal pekerjaan—sesuatu  yang disetujui olh mulai dari pemburu-pengumpul, petani  sampai pedagang saham—adalah pekerjaan melibatkan penggunaan energi secara sengaja untuk menghasilkan sebuah tujuan.

Pekerja di Asia Timur (Jepang, China, Korsel) dan Eropa

Kemajuan ekonomi sebuah bangsa ternyata berimplikasi pada pola kerja pekerja bangsa itu. Namun penyakit  “gila kerja” berdampak dalam jangka Panjang:

burn out (kelelahan kerja) mengancam semua tipe pekerja, apakah  pekerja krah putih (pek3erja pabrik/ buruh) atau kerah biru (pekerja kantoran).

 Di Jepang, misalnya,  menegenal istilah  karoshi yaitu kematian karena banyak bekerja.dan Karo jiatsu, menggambarkan ketikq seorang karyawan mengambil nyawanya sendiri akibat tekanan mental yang timbul akibat beban kerja yang berlebihan.

Tapi Pekerja Jepang bukanlah satu-satu pekerja di Asia Timur yang mengalami beban kerja yang berlebihan,  orang Korsel juga bekeja rata-rata 400 jaml lebih banyak per tahun dibandingkan  pekerjadi  Ingggris, Eropa lain   atau Australia. Begitu juga pola kerja di China. Namun menurut statistik resmi  terbaru, jam ketja di Korsel,      China dan Jepang sudah menurun drastis selama dua dekade terakhir.

Misalnya, pada 2018 jam kerja di Jepang tercatat 1.680 jam kerja atau turun dari  2.000 jam kerja sebelumnya.

Artinya, Pekerja Jepang bukanlah  satu-satunya pekerja di negara di Asia Timur yang mengalami kelebihan kerja sehingga berakibat fatal bahkan meninggal.Saat ini kesadaran untuk menyeimbangkan pola hidup antara bekerja dan relaksasi/ hiburan semakin meningkat di kalangan pekerja di negara-negara Asia Timur.

Lalu lintas pekerja di Jabotabek

Bagaimana dengan nasib pekerja di Indonesia? Selain sibuk meributkan soal demo buruh, kebutuhan dasar sehari-hari  dan kenaikan UMR setiap tahunnya.  Apa kebutuhan dan tantangan mereka?

 Berapa jam kerja rata-rata pekerja indonesia setahun?

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata jam kerja pekerja Indonesia pada 2020 selama 1.975 jam per pekerja. Angka ini turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni 2.133,88 jam per pekerja dalam satu tahun. Penurunan tersebut disebabkan banyak kantor yang melakukan pengurangan jam kerja akibat pandemi. Tak hanya di kawasan perkotaan, penurunan jam kerja juga terjadi di perdesaan.

Itu waktu kerja. Yang sering terlupakan adalah waktu perjalanan yang mwlumayan tinggi yang digunakan mereka untuk mencapai tempat kerja dari rumah. Sekitar 3 juta warga (dari total 20 juta penduduk di Bogor-Tangerang, Depok, dan Beksasi/Bodetabek) yang tinggal diderah Bogor, Bekasi, dan Maja yang bekerja di Jakarta. Setiap hari karta.mereka berjibaku untuk mencapai tempat kerja di Jakarta. Mereka bergegas sejak subuh atau dini  hari,“melajo’ dengan menggunakan wahana seperti sepeda motor, mobil, kendaraan umum (seperti KA, angkot dll) atau kombinasi ketiganya.Upaya itu dilakukan untuk menyisiati biaya, jarak tempuh  dan ditengah belum terintegrasintnya moda angkutan di Jabotabek. Waktu kerja untuk Pekeja kantoran di Indonesia  sepertinya relatif sama pukul 0800/09.00=16.00/17.00 WIB).Mereka adalah “Pelaju yang pantang menyerah.”Petarung hidup sejati.Untuk mereka, tanpa disadari, beketja punya makna yang lebih luas bukan sekedar mencari nafkah.

Jadi, setiap bangsa memiliki makna dalam medefinisikan kerja. Tapi yang pasti pekerjaan memberikan kita makna, membentuk nilai, menentukan status sosial individu,serta menentukan  bagaimana kita menghabiskan sebagian besar waktu selama hidup. Itu sejalan dengan sejarah umat dan makna manusia.